Di tanah Pasundan, cerita rakyat bukan sekadar hiburan, tetapi warisan berharga yang terus mengalir dari mulut ke mulut. Berbagai dongeng Sunda legenda lahir dari imajinasi dan kearifan masyarakat masa lalu, menghadirkan kisah-kisah yang penuh pesan moral dan nilai kehidupan.
Hingga kini, dongeng Sunda legenda masih menjadi bagian penting dalam budaya Jawa Barat, diceritakan di rumah, sekolah, hingga berbagai acara tradisional.
Melalui artikel ini, kita akan menelusuri beberapa dongeng Sunda legenda yang tetap hidup dan selalu diceritakan dari generasi ke generasi, menyimpan pesona yang tak pernah pudar.
Table of Contents
Dongeng Sunda Legenda: Sangkuriang

Suatu hari, Wayung Hyang meminum air yang ternyata adalah air seni Raja Sungging Perbangkara yang sakti. Akibatnya, ia mengandung dan melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Dayang Sumbi oleh Raja Sungging Perbangkara, yang kemudian membesarkannya di istana.
Dayang Sumbi tumbuh menjadi gadis cantik yang banyak dilamar para pangeran. Karena ingin hidup damai, ia meminta izin ayahnya untuk mengasingkan diri di hutan dengan ditemani anjing Tumang.
Saat di pengasingan, Dayang Sumbi menenun. Suatu ketika, alat tenunnya jatuh, dan siapa pun yang mengambilnya akan dinikahi jika pria. Tumang mengambil alat itu, sehingga mereka menikah dan memiliki anak laki-laki bernama Sangkuriang.
Sangkuriang tumbuh menjadi pemuda kuat yang gemar berburu bersama Tumang. Suatu hari, saat berburu, Tumang menolak mengejar babi hutan Wayung Hyang. Marah, Sangkuriang membunuh Tumang dan membawa hatinya kepada Dayang Sumbi untuk dimasak.
Dayang Sumbi marah dan memukul kepala Sangkuriang hingga berdarah. Sakit hati, Sangkuriang kabur dan mengembara.
Bertahun-tahun kemudian, Sangkuriang kembali dan bertemu Dayang Sumbi tanpa menyadari mereka ibu dan anak. Mereka saling jatuh cinta dan berencana menikah.
Dayang Sumbi memberi syarat mustahil agar Sangkuriang membuat bendungan Sungai Citarum dan perahu besar dalam satu malam. Dengan bantuan makhluk halus, Sangkuriang hampir berhasil.
Namun Dayang Sumbi menipu dengan membangunkan ayam jantan sehingga pagi tiba lebih cepat. Marah, Sangkuriang menendang perahu itu hingga terbalik dan menjadi Gunung Tangkuban Perahu.
Baca juga: Mengenal Dongeng Sasakala dan 2 Contoh Populerarya
Dongeng Sunda Legenda: Situ Bagendit
Dahulu, di sebuah desa kecil, hiduplah seorang janda kaya bernama Nyai Bagendit. Ia mewarisi harta melimpah dari suaminya yang telah meninggal. Meski kaya, Nyai Bagendit hidup pelit dan sombong. Ia suka memamerkan kekayaannya dan tidak peduli dengan kesusahan warga desa.
Nyai Bagendit sering memberikan pinjaman uang dengan bunga sangat tinggi. Mereka yang tak mampu membayar dipaksa menyerahkan rumah dan harta benda. Untuk menagih, Nyai tak segan mengirim orang-orang kasar yang membuat warga takut.
Suatu hari, seorang kakek tua datang ke desa dan bertanya tentang rumah orang terkaya. Ia ingin meminta sedekah. Namun, warga ragu Nyai Bagendit mau membantu.
Di rumahnya, Nyai Bagendit sedang menghitung emas dan permata saat seorang nenek tua datang meminta sedekah. Bukannya menolong, Nyai malah menghardik nenek itu dengan kasar.
Nenek tua itu tertawa dan menantang Nyai untuk mencabut tongkat rotan yang ditancapkan ke tanah. Nyai sombong dan mencoba, tapi tongkat itu tidak bisa dicabut, bahkan dengan bantuan pelayan dan orang suruhannya.
Kakek tua yang sama kemudian mencabut tongkat itu dengan mudah. Tiba-tiba, air bah mengalir deras dari tempat tongkat itu ditancapkan.
Kakek tua berkata, “ini adalah hukuman untukmu, Nyai Bagendit. Air ini adalah air mata orang-orang yang menderita karena keserakahanmu. Kau dan harta bendamu akan tenggelam.”
Air bah itu segera menenggelamkan seluruh desa bersama Nyai Bagendit dan harta kekayaannya.
Sejak saat itu, danau besar yang terbentuk dikenal sebagai Situ Bagendit, pengingat agar kita tidak sombong dan selalu berbuat baik.
Dongeng Sunda Legenda: Lutung Kasarung

Di Kerajaan Pasir Batang di Tatar Pasundan, hiduplah Prabu Tapa Agung yang bijaksana. Ia tak memiliki putra, hanya tujuh putri. Lima telah menikah dengan pangeran kerajaan lain, tersisa dua, Purbararang si sulung dan Purbasari si bungsu.
Raja memilih Purbasari sebagai pewaris karena sifatnya yang lembut dan baik hati, berbeda dengan Purbararang yang sombong dan dengki.
Purbararang marah dan bersekongkol dengan tunangannya, Raden Indrajaya, serta penyihir Ni Ronde untuk menyingkirkan Purbasari.
Mereka mengutuk Purbasari dengan boreh hitam hingga tubuhnya melepuh. Raja yang prihatin akhirnya mengasingkan Purbasari ke hutan, ditemani patih setia, Uwak Batara Lengser.
Di hutan, Purbasari bertemu seekor lutung hitam bernama Lutung Kasarung. Sebenarnya, lutung itu adalah Sanghyang Guruminda, seorang dewa yang turun ke bumi untuk mencari cinta sejati. Mereka pun bersahabat dekat.
Suatu hari, Lutung Kasarung memohon kepada Sunan Ambu, sang ibu dewa, agar Purbasari disembuhkan. Muncullah telaga ajaib bernama Jamban Salaka, tempat Purbasari mandi dan kesaktiannya hilang, membuat tubuhnya kembali cantik dan sehat.
Berita ini sampai ke kerajaan. Prabu Tapa Agung memerintahkan agar Purbasari dipulangkan, tapi Purbararang menantang adiknya berduel untuk merebut takhta. Duel pertama adalah lomba panjang rambut; berkat bantuan peri, rambut Purbasari tampak lebih indah dan panjang.
Duel kedua menilai kecantikan tunangan mereka, Raden Indrajaya dan Lutung Kasarung. Saat penilaian, Lutung Kasarung berubah menjadi Sanghyang Guruminda yang tampan dan gagah, mengalahkan Raden Indrajaya.
Akhirnya, Purbararang menyerah dan meminta maaf. Purbasari memaafkannya, dan keduanya hidup berdamai. Purbasari dinobatkan kembali sebagai ratu dan menikah dengan Sanghyang Guruminda. Mereka hidup bahagia selamanya di Kerajaan Pasir Batang.
Dongeng Sunda Legenda: Ciung Wanara
Dahulu kala, di Kerajaan Galih Pakuan, hiduplah Prabu Permana Di Kusumah, seorang raja sakti dan bijaksana. Suatu hari, Aria Kebonan, seorang menteri kerajaan, datang menghadap untuk menyampaikan laporan. Saat memasuki istana, ia diam-diam iri pada kehidupan raja dan berharap suatu hari dapat duduk di takhta.
Prabu Permana Di Kusumah yang mampu membaca hati langsung mengetahui niat itu. Tak disangka, sang raja justru mengizinkan Aria Kebonan menggantikannya sementara, karena ia hendak pergi bertapa.
Namun ada dua syarat, Aria Kebonan wajib memimpin dengan adil, dan ia dilarang memperlakukan kedua permaisuri, Dewi Pangrenyep dan Dewi Naganingrum, sebagai istrinya.
Aria Kebonan menyanggupi. Dengan kesaktiannya, Prabu Permana mengubah wajah sang menteri menjadi lebih muda dan memberinya gelar baru: Prabu Barma Wijaya Kusumah.
Namun, setelah berkuasa, Prabu Barma berubah menjadi sombong. Ia melanggar janji dan mencoba memperlakukan para permaisuri layaknya istri sendiri. Hingga suatu malam, Dewi Pangrenyep dan Dewi Naganingrum bermimpi menimang bulan, pertanda kehamilan.
Panik dan curiga, Prabu Barma memanggil petapa Ajar Sukaresi, yang sebenarnya merupakan Prabu Permana yang menyamar. Petapa itu berkata bahwa kedua permaisuri memang mengandung anak laki-laki.
Tak terima, Prabu Barma mencoba membunuhnya, namun serangannya gagal. Ajar Sukaresi kemudian menjelma menjadi Nagawiru, seekor naga penjaga kebenaran.
Tak lama, Dewi Pangrenyep melahirkan Hariang Banga, sementara bayi dalam kandungan Dewi Naganingrum berbicara sebelum lahir, menubuatkan kejatuhan Prabu Barma. Ketakutan, sang raja bersekongkol dengan Dewi Pangrenyep untuk menukar bayi itu dengan anak anjing dan membuangnya ke Sungai Citanduy.
Bayi tersebut ternyata ditemukan oleh sepasang suami istri tua di Geger Sunten. Mereka merawatnya hingga tumbuh menjadi pemuda gagah yang kemudian menamai dirinya Ciung Wanara.
Setelah mengetahui bahwa dirinya keturunan bangsawan Galuh, Ciung Wanara berangkat mencari asal-usulnya. Ia membawa sebutir telur yang kemudian ditetaskan oleh Nagawiru menjadi seekor ayam jantan. Ayam itu kelak menjadi juara dalam sabung ayam besar di kerajaan.
Kabar ayam tak terkalahkan itu sampai ke telinga Prabu Barma. Lewat Uwa Batara Lengser, patih setia yang mengetahui kebenaran, Ciung Wanara menantang raja bertaruh setengah kerajaan melalui sabung ayam. Ciung Wanara menang.
Setelah menang, Ciung Wanara menjebloskan Prabu Barma dan Dewi Pangrenyep ke penjara, lalu mengungkap kejahatan mereka. Hariang Banga, putra Dewi Pangrenyep, marah dan melakukan pemberontakan sehingga duel antara keduanya tak terhindarkan.
Pada puncak pertarungan, Prabu Permana, Dewi Naganingrum, dan Uwa Batara Lengser muncul. Sang raja menengahi dan menyatakan bahwa Ciung Wanara dan Hariang Banga adalah saudara.
Ia menegaskan bahwa keduanya harus hidup rukun. Ciung Wanara dinobatkan sebagai penguasa Galuh, sedangkan Hariang Banga memimpin negeri baru di timur Sungai Brebes.
Baca juga: Mengenal Tokoh dan Pesan Moral dalam Dongeng Rapunzel yang Melegenda
Dongeng Sunda Legenda: Si Kabayan

Di tanah Pasundan hiduplah seorang lelaki bernama Si Kabayan, sosok cerdik namun terkenal malas. Ia tinggal bersama istrinya, Nyi Iteung, di rumah mertuanya.
Sang mertua sering dibuat pusing oleh kelakuan Kabayan, tetapi apa daya, Nyi Iteung mencintainya, sehingga ia mencoba sabar menghadapi menantu yang banyak akal itu.
Suatu hari, Si Kabayan diminta mengambil siput di sawah. Ia patuh, namun sesampainya di sana ia malah duduk santai tanpa memungut apa pun.
Ketika mertuanya menyusul, Kabayan berdalih bahwa sawahnya terlalu dalam dan ia takut tenggelam. Karena kesal, sang mertua mendorongnya ke sawah, dan ternyata airnya sangat dangkal. Dengan wajah tanpa dosa, Kabayan pun memunguti siput sambil terkekeh kecil.
Keesokan harinya, ia diminta memetik buah nangka di pohon yang menjorok ke sungai. Setelah susah payah memanjat, buah nangka jatuh dan hanyut.
Saat pulang tanpa membawa apa pun, Kabayan berkata polos, “nangkanya sudah jalan duluan ke rumah. Mungkin nyasar.” Mertuanya hanya bisa mengelus dada.
Beberapa hari kemudian, keduanya pergi memetik kacang koro. Kabayan malas, lalu diam-diam tidur di dalam karung. Ketika sang mertua pulang membawa karung berat itu, ia kaget mendapati Kabayan berada di dalamnya.
Besoknya, sang mertua berniat membalas. Ia menyelinap masuk ke karung, namun Kabayan hanya menyeretnya sambil berkata, “Karung ini buat kacang koro, bukan manusia!”
Karena kesal terus-menerus, Kabayan mencari cara agar mertuanya tidak lagi membencinya. Setelah mengetahui nama mertuanya, Ki Nolednad, ia menyamar menjadi sosok menyeramkan dengan tubuh berlumur air enau dan kapuk.
Dari atas pohon ia memanggil, “Nolednad! Sayangi Kabayan, cucuku!”
Ketakutan, Ki Nolednad berjanji memperlakukan Kabayan dengan baik. Sejak saat itu, mertua dan menantu pun hidup lebih rukun, dan Kabayan perlahan mulai memperbaiki kelakuannya.
Deretan dongeng Sunda legenda selalu mampu menghadirkan kehangatan cerita yang sarat nilai moral dan budaya. Melalui kisah-kisah ini, kita diajak mengenal lebih dekat karakter, kearifan lokal, dan pesan hidup yang diwariskan turun-temurun.
Tak heran jika dongeng Sunda legenda tetap menjadi bagian penting dalam tradisi bercerita masyarakat hingga sekarang.
Jika kamu ingin membuat konten atau website yang lebih mudah ditemukan di mesin pencari, Optimaise sebagai digital marketing agency Malang siap membantu melalui layanan jasa SEO Bali profesional untuk wilayah Bali dan seluruh Indonesia.
Setelah ini, jangan lupa lanjutkan perjalanan literasimu dengan membaca dongeng pendek anak SD yang ringan dan menyenangkan.
