Pemerintah kembali membahas redenominasi rupiah, yang menjadi perhatian masyarakat. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai tujuan dari langkah tersebut, dampaknya, serta sejauh mana Indonesia siap untuk melaksanakan penyederhanaan nilai mata uang.
Table of Contents
Pengertian Redenominasi Rupiah

Definisi Redenominasi
Redenominasi rupiah merupakan langkah untuk menyederhanakan nilai uang dengan cara mengurangi angka nol pada uang tanpa mempengaruhi daya beli atau nilai sebenarnya. Misalnya, uang Rp1.000 akan ditulis sebagai Rp1 setelah proses redenominasi, namun nilai ekonominya tetap tidak berubah.
Bank Indonesia (BI) dalam website resminya menegaskan bahwa redenominasi berbeda dari sanering. Sanering mengurangi nilai riil uang, sedangkan redenominasi hanya mengubah cara penulisan nominal agar lebih efisien, praktis, dan mencerminkan stabilitas ekonomi jangka panjang.
Ide untuk redenominasi rupiah bukan hal yang baru. Pemikiran ini sudah dibahas sejak 2010 hingga 2013 pada masa Presiden SBY dan muncul kembali di era Presiden Joko Widodo. Saat ini, tema itu kembali muncul setelah ada dalam dokumen perencanaan pemerintah yang terbaru.
Tujuan Redenominasi Rupiah

Pemerintah bersama Bank Indonesia biasanya mengemukakan beberapa tujuan penting dari redenominasi rupiah:
- Menyederhanakan cara pembayaran, baik secara tunai maupun non-tunai, agar transaksi menjadi lebih efisien.
- Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap mata uang nasional, terutama berkaitan dengan stabilitas jangka panjang.
- Mendukung pembaruan sistem keuangan, termasuk penerapan digitalisasi pada ekonomi.
- Memperbaiki pandangan global terhadap stabilitas ekonomi Indonesia karena nilai nominal yang besar sering kali dianggap sebagai indikasi inflasi yang tinggi di masa lalu.
- Mempermudah proses pencatatan akuntansi dan sistem IT finansial, khususnya untuk perusahaan besar, institusi perbankan, dan transaksi antarnegara.
Dengan kata lain, redenominasi merupakan aspek dari reformasi mata uang yang biasanya dilakukan oleh negara ketika kondisi ekonominya telah stabil dan memiliki dasar makroekonomi yang baik.
Proses Redenominasi di Indonesia

Tahapan Pelaksanaan
Bank Indonesia pada wacana sebelumnya pernah menjelaskan bahwa proses redenominasi idealnya berlangsung dalam beberapa tahap, yaitu:
- Tahap Persiapan
- Penyusunan regulasi (RUU Redenominasi Rupiah)
- Sosialisasi besar-besaran ke masyarakat
- Penyesuaian sistem pembayaran nasional serta sistem keuangan di sektor swasta
- Tahap Transisi
- Berlakunya uang lama dan uang baru secara bersamaan
- Penulisan harga ganda (dual price tag) pada barang dan jasa
- Konversi bertahap sistem pencatatan akuntansi, IT, dan sistem perbankan
- Tahap Implementasi Penuh
- Penarikan uang lama sepenuhnya
- Penggunaan eksklusif nominal baru dalam seluruh transaksi
- Tahap Pemantauan & Evaluasi
- Mengawasi potensi kenaikan harga tidak wajar
- Edukasi lanjutan kepada masyarakat
Pada beberapa negara, seluruh proses ini membutuhkan waktu 5–10 tahun agar masyarakat benar-benar paham dan tidak terjadi kekacauan harga.
Kendala dan Tantangan
Walaupun konsep redenominasi rupiah terlihat sederhana, tantangannya cukup besar:
- Ketidaksiapan masyarakat, terutama karena 90% transaksi di Indonesia masih berbasis uang tunai.
- Risiko kebingungan harga, terutama di daerah dengan tingkat literasi keuangan rendah.
- Biaya besar bagi pemerintah dan perusahaan, seperti pencetakan uang baru, penyesuaian software, dan perubahan struktur laporan keuangan.
- Tantangan ekonomi makro, seperti inflasi, nilai tukar, dan stabilitas fiskal yang belum sepenuhnya kuat.
- Koordinasi lintas lembaga, mulai dari BI, Kemenkeu, perbankan, hingga sektor ritel.
Beberapa akademisi menilai bahwa beban sosial-ekonomi ini harus menjadi perhatian utama jika redenominasi benar-benar akan dilakukan.
Dampak Redenominasi
Dampak terhadap Inflasi
Secara teori, redenominasi tidak menyebabkan inflasi karena tidak mengubah nilai riil uang. Namun dalam praktik, beberapa negara mengalami kenaikan harga sementara karena:
- Pedagang membulatkan harga ke atas demi memudahkan penulisan.
- Konsumen salah memahami perubahan nominal.
- Kurangnya pengawasan pemerintah dalam masa transisi.
Di Indonesia, risiko ini menjadi salah satu sorotan karena struktur pasar ritel dan UMKM sangat besar dan heterogen.
Dampak terhadap Masyarakat dan Bisnis
Untuk masyarakat umum, dampak yang mungkin muncul meliputi:
- Kebingungan dalam membaca nominal baru
- Adaptasi terhadap penulisan ganda (harga lama + harga baru)
- Risiko manipulasi harga oleh oknum pedagang
Untuk dunia usaha, dampaknya meliputi:
- Biaya konversi sistem pembukuan dan sistem IT
- Penyesuaian label harga, faktur, dan kontrak
- Adaptasi proses akuntansi dan perpajakan
Namun, dalam jangka panjang, penyederhanaan nominal dapat meningkatkan efisiensi bisnis dan meningkatkan daya saing ekonomi.
Dampak terhadap Sistem Keuangan & Isu Korupsi
Sistem keuangan akan mengalami perubahan cukup signifikan:
- Modernisasi sistem pembayaran
- Penyesuaian algoritme keamanan mesin ATM, EDC, aplikasi bank
- Penyesuaian sistem pengelolaan kas dan perbendaharaan negara
Beberapa pihak mengaitkan redenominasi dengan pengurangan ruang untuk korupsi uang tunai karena perubahan fisik uang dapat memaksa penyesuaian sistem pelaporan dan perbendaharaan. Namun ini bukan tujuan utama, hanya efek samping potensial.
Risiko dan Mispersepsi Publik
Risiko Penyesuaian Harga
Risiko utama adalah:
- Kenaikan harga secara tidak wajar
- Pencatatan akuntansi ganda yang membingungkan
- Penyesuaian sistem digital dan kasir yang lambat
Tanpa pengawasan ketat, pedagang bisa menyalahgunakan momen ini untuk menaikkan harga dengan alasan “penyesuaian”.
Redenominasi dan Sanering
Salah satu mispersepsi terbesar masyarakat adalah menyamakan redenominasi dengan sanering.
Sanering: pemotongan nilai uang → nilai riil turun, daya beli anjlok.
Redenominasi: penyederhanaan penulisan angka → daya beli tetap sama.
BI menegaskan bahwa redenominasi tidak mengurangi nilai uang masyarakat dan tidak merugikan tabungan, gaji, maupun harga barang.
Perkembangan Terkini dari Pemerintah dan Bank Indonesia
Wacana redenominasi kembali mencuat setelah masuk ke dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan 2025–2029 melalui PMK Nomor 70 Tahun 2025 yang ditandatangani Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.
Informasi dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menyebutkan bahwa:
“RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) merupakan RUU luncuran yang rencananya akan diselesaikan pada tahun 2027.”
Kumparan juga melaporkan bahwa RUU ini akan menjadi dasar hukum redenominasi dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) sebagai penanggung jawab.
Namun, wacana ini mendapat kritik keras dari berbagai ekonom, salah satunya Yoke Muelgini, pengamat ekonomi dari Universitas Lampung (Unila). Menurutnya:
- “Kondisi moneter dan keuangan Indonesia belum siap.”
- “90% penduduk masih memakai uang tunai sehingga risiko kebingungan sangat tinggi.”
- “Redenominasi bisa memicu inflasi dan gangguan moneter-fiskal.”
- “Dalam 10 tahun ke depan, redenominasi tidak akan terjadi kecuali masyarakat sudah memakai uang digital secara luas.”
Pendapat ini sejalan dengan pengamatan banyak akademisi bahwa syarat utama redenominasi adalah:
- kestabilan makroekonomi
- inflasi rendah dan konsisten
- penerapan transaksi digital berskala luas
Dengan kata lain, redenominasi belum menjadi agenda mendesak dan masih dalam tahap kajian serta penyusunan regulasi jangka panjang.
Ingin jadi brand Anda jadi nomor satu di halaman pencarian Google? Serahkan pada Optimaise, sebagai Jasa SEO Terpercaya, siap menjadi partner bisnis Anda dengan rekam jejak strategi yang terbukti ampuh di berbagai kota besar. Jangan beri celah bagi kompetitor untuk mengambil pasar Anda. Hubungi kami sekarang juga!
Kunjungi optimaise.co.id, dapatkan layanan SEO unggulan, dan nikmati hasil pertumbuhan bisnis yang jauh lebih optimal.
