Dini hari masih gelap, namun suara alarm dari ponsel sudah membangunkan Siti. Di dapur, aroma teh hangat dan nasi goreng sederhana mulai menyebar. Bukan untuk sahur di bulan Ramadan, melainkan untuk menunaikan niat qadha puasa Ramadhan yang tertunda dari Ramadan tahun lalu. Di tengah kesibukan sehari-hari, meluangkan waktu untuk melunasi “utang” kepada Sang Pencipta ini seringkali terasa berat, namun niat yang kokoh menjadi kuncinya sobat Optimaise.
Kini, penghujung tahun 2025 telah tiba. Artinya, hanya dalam hitungan bulan, umat Muslim akan kembali menyambut bulan suci Ramadan 1447 Hijriah. Bagi mereka yang masih memiliki tanggungan puasa Ramadan sebelumnya, waktu ini menjadi periode krusial untuk segera menunaikan kewajiban qadha. Dalam ibadah puasa pengganti ini, niat memegang peranan sentral, menjadi penentu sah atau tidaknya amalan yang dilakukan.
Esensi Niat Qadha Puasa Ramadhan
Puasa qadha merupakan bentuk tanggung jawab seorang Muslim untuk mengganti hari-hari qadha puasa Ramadan yang terlewatkan karena alasan syar’i, seperti sakit, bepergian jauh, haid, atau nifas. Kewajiban ini ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 184 dan 185, yang menyatakan bahwa barang siapa sakit atau dalam perjalanan, wajib menggantinya pada hari-hari lain.

Dalam setiap ibadah, termasuk Niat Qadha Puasa Ramadhan, niat adalah rukun yang paling utama. Tanpa niat yang benar, puasa seseorang tidak dianggap sah. Niat berfungsi sebagai pembeda antara ibadah dan kebiasaan sehari-hari, serta menentukan jenis dan tujuan puasa yang dilakukan. Para ulama, khususnya dalam Mazhab Syafi’i, menekankan bahwa niat untuk puasa wajib harus dilakukan pada malam hari, yakni sejak waktu Maghrib hingga sebelum masuk waktu Subuh (terbit fajar). Ketentuan ini dikenal dengan istilah tabyit an-niyyah atau menginapkan niat.
Baca juga: Menguak Mitos: Cara Memundurkan Gigi Tonggos Bukan Lewat Cara Alami dan Cepat!
Jika seseorang lupa berniat sebelum fajar dan baru teringat setelah waktu Subuh, maka puasanya dianggap tidak sah sebagai puasa qadha dan harus diulang di hari lain. Ini berbeda dengan puasa sunah yang niatnya masih diperbolehkan di pagi hari, selama belum makan atau minum. Oleh karena itu, memastikan niat tertanam kuat dalam hati dan dilafalkan sebelum fajar adalah langkah awal yang tak boleh terlewatkan.
Lafaz Niat dan Tata Cara Pelaksanaan Qadha Puasa Ramadhan
Meskipun niat utama berada di dalam hati, melafalkan niat secara lisan dianjurkan untuk membantu menegaskan niat tersebut. Berikut adalah lafaz niat puasa qadha Ramadan yang umum digunakan:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلَّهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin ‘an qadha’i fardhi syahri Ramadhana lillahi ta’ala.
Artinya: “Aku berniat untuk mengqadha puasa bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT.”
Setelah niat terucap dan tertanam dalam hati, tata cara pelaksanaan puasa qadha sebenarnya tidak jauh berbeda dengan puasa di bulan Ramadan. Langkah-langkahnya meliputi:
- Makan Sahur: Meskipun tidak wajib, sahur sangat disunahkan untuk menguatkan fisik dan mengikuti sunah Nabi Muhammad SAW.
- Menahan Diri: Dari terbit fajar hingga terbenam matahari, menahan diri dari makan, minum, hubungan suami istri, dan hal-hal lain yang membatalkan puasa.
- Menjaga Akhlak dan Memperbanyak Amalan: Dianjurkan untuk memperbanyak ibadah sunah seperti salat sunah, membaca Al-Qur’an, dan berzikir agar puasa lebih bermakna.
- Menyegerakan Berbuka: Saat Maghrib tiba, disunahkan untuk segera berbuka. Doa berbuka puasa qadha sama dengan doa berbuka puasa Ramadan.
Puasa qadha tidak harus dilakukan secara berturut-turut. Seseorang boleh melaksanakannya secara terpisah-pisah, sesuai dengan kemampuan dan kondisi masing-masing. Namun, menyegerakan pelunasan utang puasa adalah sikap yang terpuji dan sangat dianjurkan.
Batas Waktu dan Konsekuensi Penundaan
Batas waktu untuk mengganti puasa Ramadan adalah sebelum datangnya bulan Ramadan berikutnya. Mengingat posisi kita saat ini di penghujung tahun 2025, maka sisa waktu untuk melunasi puasa qadha dari Ramadan 2025 (atau tahun-tahun sebelumnya jika masih ada) semakin sempit. Ramadan 2026 diperkirakan akan tiba dalam beberapa bulan mendatang, sekitar bulan Maret atau April.
Penundaan qadha puasa tanpa alasan yang sah hingga masuk Ramadan berikutnya memiliki konsekuensi serius. Menurut sebagian besar ulama, terutama Mazhab Syafi’i, seseorang yang menunda qadha tanpa uzur syar’i akan berdosa dan wajib mengqadha puasanya serta membayar fidyah. Fidyah berupa pemberian makanan pokok (sekitar satu mud atau 7 ons beras) kepada fakir miskin untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan dan tertunda. Ini merupakan bentuk denda atas kelalaian dalam menunaikan kewajiban.
Menggabungkan Niat Qadha dan Puasa Sunah
Seringkali muncul pertanyaan apakah boleh menggabungkan niat puasa qadha dengan puasa sunah, seperti puasa Senin-Kamis atau puasa Rajab. Mayoritas ulama membolehkan penggabungan niat ini, dengan syarat niat utama adalah untuk qadha puasa Ramadan. Dengan demikian, seseorang dapat memperoleh pahala dari kedua ibadah secara bersamaan. Imam As-Suyuti, misalnya, menyatakan bahwa jika seseorang berpuasa qadha, nazar, atau kafarat, kemudian ia juga berniat puasa sunah, puasanya sah dan ia akan mendapatkan dua pahala.
Namun, beberapa ulama berpendapat bahwa memisahkan kedua puasa tersebut (qadha dan sunah) akan lebih utama agar pahala dari masing-masing ibadah dapat diraih secara sempurna. Bagi yang memiliki waktu dan kemampuan, memisahkan keduanya bisa menjadi pilihan. Tetapi, jika ingin menggabungkan, cukup niatkan puasa qadha Ramadan, dan keutamaan puasa sunah insya Allah akan tetap didapatkan.
Dengan sisa waktu yang semakin menipis jelang Ramadan 2026, urgensi untuk melunasi utang puasa qadha menjadi semakin nyata. Niat yang tulus, pemahaman akan tata cara yang benar, serta kesungguhan dalam melaksanakannya akan menjadi bekal penting bagi setiap Muslim untuk menyempurnakan ibadah dan meraih keberkahan dari Allah SWT.
